Oleh Ovan Adohar
Membahas teori Mates Qiuntu dalam “Treas Politika” ada tiga poin penting yang kita petik dalam
kebijakan hukum di Indonesia yakni penyelenggara, pengawas, dan pelaksana. Penulis
cukup tertarik ketika mencoba mengkaji kebijakan hukum Indonesia pada aspek
kebijakan hukum investasi dan hukum adat, pertama,
penulis tertarik mengkaji hukum pada aspek kebijakan hukum investasi karena penulis
melihat adanya tarik menarik kepentingan antara host country dengan
para investor yang memiliki dasar pertimbangan dan motivasi yang
berbeda-beda. Hal ini tidak jarang menyebabkan kebijakan hukum investasi yang
telah ditetapkan terasa mandul, karena dianggap ”setengah hati” dan dirasakan
masih menimbulkan hambatan bagi para calon investor ataupun para investor.
ataupun investor asing.
Sistem ekonomi suatu negara akan diikuti
secara linier oleh kebijakan ekonomi dan secara khusus kebijakan investasinya.
Konsekuensi daripada landasan sistem ekonomi dan kebijakan ekonomi yang dianut
suatu negara maka membawa pengaruh dan akibat pada kebijakan hukum ekonomi
(termasuk hukum investasi) yang harus sejalan.
Konsekuensi pilihan sistem
ekonomi membawa pengaruh pada pilihan kebijakan ekonomi dan investasi, termasuk
kebijakan hukum dalam bidang investasi, sehingga corak dan watak pengaturan
(hukum) investasi akan mencerminkan jiwa daripada sistem ekonomi yang dianut
sebagaimana yang telah digariskan oleh ketentuan konstitusi. Karena itu
ketegasan tentang konsep dasar sistem ekonomi yang dianut yang tertuang dalam
konstitusi suatu negara merupakan acuan dasar yang sangat fundamental bagi
perumusan arah kebijakan ekonomi dan investasi. Kecenderungan adanya penafsiran
yang cukup beragam terhadap ketentuan konstitusi yang menjadi dasar pijakan
sistem ekonomi yang dianut akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang
berbeda dalam perumusan kebijakan ekonomi / investasi.
Kedua, penulis tertarik mengkaji kebijakan hukum adat
karena memberikan kepastian hukum karena otentitasnya terjamin. Hukum adat itu
tersirat bukan tersurat. Hukum adat adalah
sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan
negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India,
dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan peraturan hukum tidak tertulis
yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
elastic Dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia,
sistem hukum adat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu Hukum Adat mengenai
tata negara, Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah,
hukum perhutangan), dan Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana).
Istilah
Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck
Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam
bukunya yang berjudul "De Atjehers"
menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada
satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam
Masyarakat Indonesia.
Penegak
hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar
pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup
sejahtera. Hukum Tanah Nasional tunggal yang berdasarkan Hukum Adat. UUPA juga
mengunifikasi hak-hak penguasaan atas tanah maupun hak-hak atas tanah maupun
hak-hak jaminan atas tanah. Pernyataan hukum adat dapat dijumpai dalam UUPA
pada : Konsiderans UUPA, Penjelasan Umum angka III (1), Pasal 5, Penjelasan
Pasal 5, Penjelasan Pasal 16, Pasal 56, dan secara tidak langsung juga terdapat
pada Pasal 58 UUPA.
Hukum
Adat Manakah yang dimaksud? Karena adanya berbagai definisi
mengenai Hukum Adat dan juga secara sederhana Hukum Adat di setiap daerah yang
berbeda, maka Hukum Adat yang mana? C. Van Vollenhoven menyebut hukum adat
sebagai hukum adat golongan pribumi (Golongan III Pasal 131 IS) atau hukum adat
golongan timur asing (Golongan II Pasal 131 IS). Sementara itu dalam Penjelasan
Umum III angka 1 mengisyaratkan bahwa hukum adat yang dimaksud ialah hukum
aslinya golongan pribumi, yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung
unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan
yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan. Hukum Adat
yang melekat pada masyarakat Hukum Adat tidak hanya diartikan sebagai hukum
positif yakni sebagai rangkaian norma-norma hukum. Namun apabila ditinjau lebih
lanjut maka hukum adat disusun dalam satu tatanan atau sistem, dengan
lembaga-lembaga hukum yang senantiasa berubah dan diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan kongrit masyarakat-masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dan hal
tersebut sangat tergantung pada situasi dan keadaan masyarakat hukum adat yang
bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar