Senin, 21 Mei 2018

Paradigma Kebijakan Hukum Investasi dan Hukum Adat di Indonesia




Oleh Ovan Adohar
Membahas teori Mates Qiuntu dalam “Treas Politika” ada tiga poin penting yang kita petik dalam kebijakan hukum di Indonesia yakni penyelenggara, pengawas, dan pelaksana. Penulis cukup tertarik ketika mencoba mengkaji kebijakan hukum Indonesia pada aspek kebijakan hukum investasi dan hukum adat, pertama, penulis tertarik mengkaji hukum pada aspek kebijakan hukum investasi karena penulis melihat adanya tarik menarik kepentingan antara host country dengan para investor yang memiliki dasar  pertimbangan dan motivasi yang berbeda-beda. Hal ini tidak jarang menyebabkan kebijakan hukum investasi yang telah ditetapkan terasa mandul, karena dianggap ”setengah hati” dan dirasakan masih menimbulkan hambatan bagi para calon investor ataupun para investor. ataupun investor asing.
Sistem ekonomi suatu negara akan diikuti secara linier oleh kebijakan ekonomi dan secara khusus kebijakan investasinya. Konsekuensi daripada landasan sistem ekonomi dan kebijakan ekonomi yang dianut suatu negara maka membawa pengaruh dan akibat pada kebijakan hukum ekonomi (termasuk hukum investasi) yang harus sejalan.
Konsekuensi pilihan sistem ekonomi membawa pengaruh pada pilihan kebijakan ekonomi dan investasi, termasuk kebijakan hukum dalam bidang investasi, sehingga corak dan watak pengaturan (hukum) investasi akan mencerminkan jiwa daripada sistem ekonomi yang dianut sebagaimana yang telah digariskan oleh ketentuan konstitusi. Karena itu ketegasan tentang konsep dasar sistem ekonomi yang dianut yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan acuan dasar yang sangat fundamental bagi perumusan arah kebijakan ekonomi dan investasi. Kecenderungan adanya penafsiran yang cukup beragam terhadap ketentuan konstitusi yang menjadi dasar pijakan sistem ekonomi yang dianut akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang berbeda dalam perumusan kebijakan ekonomi / investasi.
Kedua, penulis tertarik mengkaji kebijakan hukum adat karena memberikan kepastian hukum karena otentitasnya terjamin. Hukum adat itu tersirat bukan tersurat.  Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastic Dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia, sistem hukum adat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu Hukum Adat mengenai tata negara, Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum perhutangan), dan Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana).
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera. Hukum Tanah Nasional tunggal yang berdasarkan Hukum Adat. UUPA juga mengunifikasi hak-hak penguasaan atas tanah maupun hak-hak atas tanah maupun hak-hak jaminan atas tanah. Pernyataan hukum adat dapat dijumpai dalam UUPA pada : Konsiderans UUPA, Penjelasan Umum angka III (1), Pasal 5, Penjelasan Pasal 5, Penjelasan Pasal 16, Pasal 56, dan secara tidak langsung juga terdapat pada Pasal 58 UUPA.
Hukum Adat Manakah yang dimaksud? Karena adanya berbagai definisi mengenai Hukum Adat dan juga secara sederhana Hukum Adat di setiap daerah yang berbeda, maka Hukum Adat yang mana? C. Van Vollenhoven menyebut hukum adat sebagai hukum adat golongan pribumi (Golongan III Pasal 131 IS) atau hukum adat golongan timur asing (Golongan II Pasal 131 IS). Sementara itu dalam Penjelasan Umum III angka 1 mengisyaratkan bahwa hukum adat yang dimaksud ialah hukum aslinya golongan pribumi, yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan. Hukum Adat yang melekat pada masyarakat Hukum Adat tidak hanya diartikan sebagai hukum positif yakni sebagai rangkaian norma-norma hukum. Namun apabila ditinjau lebih lanjut maka hukum adat disusun dalam satu tatanan atau sistem, dengan lembaga-lembaga hukum yang senantiasa berubah dan diperlukan dalam memenuhi kebutuhan kongrit masyarakat-masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dan hal tersebut sangat tergantung pada situasi dan keadaan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar