Oleh Ovan Adohar
Dalam level perkaderan, masing-masing jenjang perkaderan
mempunyai levelnya, misalnya seperti pada LK 1 dan LK 2 yang mengkritik atau
bertanya tentang problematika keummatan dan kebangsaan. Idiologi yang dibentuk
dalam kaitannya dengan NDP HMI adalah misalnya pada LK 1 HMI yaitu bangunan
ontologis, dan idiologi LK 2 yakni bangunan epistemology, sedangkan idiologi
yang dibangun peserta LK 3 adalah bangunan aksiologi. Bangunan aksiologi ini
bukan lagi bertanya tentang masalah yang ada tetapi melahirkan nilai kompotitif
bukan komparatif. NDP HMI bukan milik LK 1, LK 2, dan LK 3, tetapi milik kader
HMI yang ingin bangsa ini lebih maju kedepannya.
Ada beberapa teori
kedaulatan menurut para ahli yakni: pertama,
Teori Kedaulatan Tuhan. Teori kedaulatan Tuhan mengajarkan bahwa negara dan
pemerintah mendapat kekuasaan yang tertinggi dari Tuhan. Menurut
teori ini, sesungguhnya segala sesuatu yang terdapat di alam semesta berasal
dari Tuhan. Kedua, Teori
kedaulatan Raja. Kekuasaan negara, menurut
teori ini, terletak di tangan raja sebagai penjelmaan kehendak Tuhan. Raja
merupakan bayangan dari Tuhan. Agar negara kuat, raja harus berkuasa
mutlak dan tidak terbatas. Dalam teori kedaulatan raja, posisi raja selalu
berada di atas undang-undang. Rakyat harus rela menyerahkan hak asasinya dan
kekuasaannya secara mutlak kepada raja. Ketiga,
Teori kedaulatan rakyat, yaitu teori yang mengatakan bahwa kekuasaan suatu
negara berada di tangan rakyat sebab yang benar-benar berdaulat dalam suatu
negara adalah rakyat.
Persoalan kebangsaan kembali ke kedaulatan. Masalah
kedaulatan Indonesia sebenarnya menyangkut masalah atribut dan identitas.
Atribut dan identitas ini yang
melahirkan loyalitas dan kehormatan yang ujungnya membahas tentang harga diri
dan daya tahan suatu kedaulatan tersebut. Oleh karena tidak menggunakan atribut
dan identitas dalam kehidupannya sehingga kader HMI menjadi hiperealitas. Hiperealitas digunakan di dalam semiotika dan filsafat pascamodern untuk menjelaskan ketidakmampuan kesadaran hipotetis
untuk membedakan kenyataan dan fantasi, khususnya di dalam budaya pascamodern
berteknologi tinggi.
Hiperealitas adalah makna untuk
mempersifatkan bagaimana kesadaran mendefinisikan "kenyataan" sejati
di dunia, di mana keanekaragaman media dapat -secara mengakar membentuk dan
menyaring kejadian atau pengalaman sesungguhnya. Kesimpulan dari Hiperealitas
adalah tahta, harta, dan wanita.
Sun Tzu
mengatakan bahwa kenali teritorimu. teritori artinya dasar, kesamaan nilai,
alam, dan kedaulatan itu sendiri. Kedaulatan suatu negara bisa tercapai apabila
suatu negara mampu melakukan revolusi insani. Revolusi insani sebenarnya sudah
di lakukan oleh Rasulallah SAW dalam konsep masyarakat madani pada tahun 622 M.
Konsep
“masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Perbedaan antara civil society dan masyarakat madani
adalah civil society merupakan buah
modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan
masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena
meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan
asuhan petunjuk Tuhan.
Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban)
yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al Fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang
diungkapkan oleh filsuf Al-Farabi pada abad pertengahan. Kata
masyarakat berarti suatu pegaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup
bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan tertentu. Sedangkan kata
madani berasal dari bahasa Arab yaitu madinah, artinya kota. Jadi secara
etimologis, masyarakat madani berarti masyarakat kota. Meskipun demikian,
istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak geografis, tetapi justru
kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk penduduk kota. Dari
sini masyarakat madani tidak asal masyarakat perkotaan, tetapi memiliki sifat
yang cocok dengan orang kota, yaitu berperadaban.
Dalam ber-HMI, kader diharapkan untuk kembali
kepada implementasi mission HMI dan kembali kepada substansi. Menurut penulis
untuk menjadikan bangsa Indonesia yang baldatun, toyyibatun warabbun gafur maka
kader HMI wajib menjalankan mission HMI secara paripurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar